Senin, 28 April 2008

INILAH RAJA ACEH BERIKUTNYA

Tentang Aceh ,& SILSILAH RAJA RAJANYA SERTA KETURUNANNYA
28.1.05
Sejak musibah tsunami menimpa saudara-saudara kita di Aceh, saya jadi berniat untuk membuat sebuah tulisan tentang kilas balik Aceh yang dahulu merupakan sebuah negeri berdaulat: Kesultanan Aceh Darussalam. Sebuah kerajaan di bawah naungan Islam yang pernah mencapai masa-masa keemasannya dalam bidang dakwah Islam, kekuatan militer, dan perdagangan. Tulisan ini sebagian besar bersumber dari koleksi Ensiklopedi Islam saya dan beberapa situs internet luar negeri. Sebelumnya, izinkan saya mempersembahkan sebuah pantun,

Teuku Muda Abadi ke jakarta jalan kaki tulisan hamba tak seberapa jikalau hina janganlah dimaki Aceh: Sebuah Kilas Balik
Aceh menangis, porak poranda. Ratusan ribu orang tewas dan hilang ditelan ganasnya gelombang tsunami. Sedangkan ratusan ribu lainnya berada dalam pengungsian dengan masa depan yang belum menentu. Banyak orang berkata, kehidupan seperti roda pedati. Ada kalanya di atas, ada kalanya pula di bawah.
Sejak era kemerdekaan sampai sekarang, Aceh memang kerap kali dirundung nestapa. Pengorbanan rakyat Aceh yang menyerahkan perhiasan dan harta benda mereka untuk ditukar dengan sebuah pesawat udara pertama yang bangsa ini miliki, Seulawah, dibalas dengan air tuba oleh elit pemerintah di Jawa. Aceh sempat dijadikan sebuah keresidenan di bawah provinsi Sumatera Utara pada era Bung Karno dahulu. Pembagian kekayaan yang tidak seimbang antara daerah dengan pusat pemerintahan memicu terjadinya pemberontakan oleh rakyat Aceh yang dipanglimai Teungku Daud Beureuh. Pemberontakan mereka akhirnya ditumpas habis oleh militer dan Daud Beureuh diganjar hukuman atas tuduhan makar.
Ketidakadilan itu terus berlanjut hingga era orde baru. Pemberontakan tetap bergejolak, kali ini oleh kelompok yang menamakan dirinya Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Hal ini memaksa pemerintah pusat memberlakukan Daerah Operasi Militer (DOM). Alih-alih menjaga keamanan, militer menjadi ancaman baru bagi segenap rakyat Aceh. Banyak warga sipil tak bersalah yang ditangkap dan diculik oleh militer. Ribuan perempuan jadi janda dan ribuan anak jadi yatim. Banyak pula perempuan Aceh yang diperkosa oleh oknum-oknum militer. Aceh merana.
Kembali ke masa lima abad yang lalu, mungkin orang-orang pada masa itu tak akan ada yang mengira bahwa Aceh akan terpuruk seperti sekarang ini. Tahun 1514, telah berdiri sebuah kerajaan berdaulat di bawah naungan Islam di ujung pulau Sumatera bernama Kesultanan Aceh Darussalam dengan Ali Mughayat Syah sebagai sultan pertama. Dalam kitab Bustan as-Salatin, kitab kronik raja-raja Aceh, disebutkan bahwa Sultan Ali Mughayat Syah mendirikan Kesultanan Aceh sebagai pengganti beberapa kerajaan Islam sebelumnya, seperti Samudera Pasai, dan kemudian Malaka yang telah jatuh ke tangan Portugis, dan mempersatukan dua kerajaan kecil, Mahkota Alam dan Darul Kamal. Pusat Kesultanan adalah Banda Aceh Darussalam, yang juga disebut Kuta Raja.
Dalam perkembangannya, Aceh dikenal dengan armada militernya yang kuat. Armada Portugis yang dipimpin oleh Jorge D. Brito menyerang Aceh pada 1521, namun pasukan Aceh di bawah pimpinan Sultan Ali Mughayat Syah berhasil mengalahkannya. Lalu pada 1547 dan 1568, Sultan Alauddin al-Qahhar menginvasi Malaka yang dikuasai Portugis. Menurut seorang musafir Portugis, Mendez Pinto, kala itu Aceh memiliki tentara dari berbagai negara, antara lain Turki, Cambay, dan Malabar. Sultan Alauddin juga telah membuka hubungan diplomatik dengan Kesultanan Turki Usmani. ahun 1562, Sultan mengirim utusannya ke Istanbul untuk membeli meriam Turki ( meriam secupak Lada )
SULTAN SULTAN ACEH DARUSSALAM
NO NAMA MASA BERKUASA
1. ALI MUGHAYAT SYAH 1514 ~ 1530
2. SULTAN SALAHUDDIN 1530 ~ 1538
3. ALAUDDIN RI’AYAT SYAH AL-QAHHAR 1538 ~ 1571
4. SULTAN HUSAIN 1571 ~ 1579
5. SULTAN MOEDA (seorang anak kecil) 1579
6. SULTAN SRI ALAM 1579
7. SULTAN ZAINUL ABIDIN 1579
8. SULTAN MANSUR SYAH PERAK 1579 ~ 1586
9. SULTAN BUYUNG 1586 ~ 1588
10. ALAUDDIN RI’AYAT SYAH SAYID AL-MUKAMMAL 1589 ~ 1604
11. SULTAN ALI RI’AYAT SYAH 1604 ~ 1607
12. SULTAN ISKANDAR MUDA 1607 ~ 1636
13. SULTAN ISKANDAR TSANI 1636 ~ 1641
14. SAIATUDDIN TAJUL ALAM 1641 ~ 1675
15. NAQIYATUDDIN NURUL ALAM 1675 ~ 1678
16. SULTAN INAYAT SYAH 1678 ~ 1688
17. KAMALAT SYAH 1688 ~ 1699
18. BADRUL ALAM SYARIF HASYIM JAMALUDDIN 1699 ~ 1702
19. PERKASA ALAM SYARIF LAMTUY 1702 ~ 1703
20. JAMALUL ALAM BADRUL MUNIR 1702 ~ 1726
21. JAWHARUL ALAM AMINUDDIN Hanya beberapa bulan
22. SULTAN SYAMSUL ALAM Hanya empat Bulan
23. SULTAN AHMAD SYAH 1727 ~ 1735
24. SULTAN JUHAN 1735 ~ 1760
25. SULTAN MAHMUD SYAH 1760 ~ 1781
26. SULTAN BADRUDDIN 1764 ~ 1765
27. SULTAN SULAYMAN SYAH 1765 ~ 1773
28. ALAUDDIN JAWHARUL ALAM 1773 ~ 1777
29. RAJA BENTARA ALAUDDIN 1777 ~ 1781
30. SULTAN ALAUDDIN MUHAMMAD 1781 ~ 1795
31. ALAUDDIN JAWHARUL ALAM 1795 ~ 1815
32. SULTAN SYAIFUL ALAM 1715 ~ 1818
33. SULTAN JAWHARUL ALAM 1818 ~ 1824
34. MUHAMMAD SYAH 1824 ~ 1832
35. RAJA BENTARA JRAM 1832 ~ 1838
36. MANSYUR SYAH 1838 ~ 1870
37. SULTAN MAHMUD SYAH 1870 ~ 1874
38. RAJA BENTARA IMUM 1874 ~ 1888
39. MUHAMMAD DAUD SYAH 1888 ~ 1903
40. RAJA BENTARA UBIT 1903 ~ 1919
41. RAJA NAGOE 1919 ~ 1923
42. TEUKU RAJA BENTARA 1923 ~ 1943
43. RAJA ANSARI ( TIDAK BERTAHTA ) 1943 ~ 1988

Abangnya Diculik oleh Jepang dan ditemukan oleh masyarakat tahun 1984 di Jram Aceh Barat,tertanam dalam peti bertingkat tujuh.sedangkan adiknya dikahabarkan menghilang tanpa jejak.pada sat itu beliau adalah pemimpin Aceh yang bergerilya melawan jepang.
Pada tahun 1982 disaat Raja Ansari dari Meulaboeh menjabat sebagai ketua DPR PDI megawati dan berkunjung ke Aceh utara,Seseorang warga Pidie mengaku sebagai anak dari Raja Bentara dari Jram.maka dilihat dari penulusuran sejarah dan anggota keluarga kerajaan Aceh.sarat dengan keaslian dan sikap individu yang sangat relevan,maka diambil kesimpulan bahwa Silsilah raja raja Aceh.masih ada yang Hidup.hanya mereka menyembunyikan diri .dikarenakan khawatir terhadap trauma masa lalu terutama kisah perang cumboek yang merengut nyawa para hulu hulu baling yang di fitnah oleh belanda.

Reff///..
Sultan Alauddin juga memelopori penyebaran Islam di pulau Sumatera. Ia mendatangkan ulama-ulama dari India dan Persia untuk menyebarkan dakwah Islam ke pedalaman Sumatera, mendirikan pusat dakwah Islam di Ulakan, dan membawa Islam ke Minangkabau dan Indrapura (sekarang wilayah Provinsi Sumatera Barat).
Aceh gilang-gemilang di bawah kekuasaan Sultan Iskandar Muda. Pada masa kekuasaannya, wilayah Aceh bertambah luas meliputi Sumatera Utara dan Semenanjung Malaya (kini Malaysia). Dengan armada militernya yang disegani, Aceh menguasai perdagangan lada di pesisir Sumatera Barat sampai Indrapura dengan Pariaman sebagai bandar terpentingnya. Sultan Iskandar Muda terus meneruskan perjuangannya mengusir Portugis dari Selat Malaka dan menguasai daerah-daerah penghasil lada. Penaklukan pada masa Iskandar Muda meliputi Pahang (1618), Kedah (1619), Perak (1620), dan kemudian Indragiri dan Batu Sawar, ibu kota Johor.
Sultan Iskandar Muda juga menjalin hubungan baik dengan daerah-daerah taklukannya di Semenanjung Malaya. Putrinya yang bernama Safiatuddin dinikahkan dengan seorang Pangeran Pahang, putra Sultan Ahmad Syah, Sultan Pahang. Kelak Iskandar Muda mewariskan mahkota sultannya kepada menantunya itu, yang setelah menjadi sultan bergelar Sultan Iskandar Tsani.
Sultan Iskandar Muda juga mendirikan Masjid Baiturrahman, masjid megah kebanggaan rakyat Aceh yang menjadi tempat berlindung dari ganasnya ombak tsunami beberapa waktu lalu. Sultan juga menerapkan hukum Islam dengan tegas. Putranya, Meurah Pupok, dihukum rajam olehnya karena terbukti berzina dengan istri seorang perwira kerajaan. “Mati anak ada makamnya, mati hukum kemana lagi akan dicari keadilan”, begitulah ucapnya ketika penasihatnya mempertanyakan kebijakannya itu. Pada masa ini juga hidup ulama dan sufi besar Aceh Syamsuddin as-Sumatrani, yang juga pengikut seorang sufi bernama Hamzah Fansuri. Hamzah menulis syair-syair sufistik berbahasa melayu yang diyakini sebagai syair melayu tertua dan belum ada tandingannya sampai saat ini. Hamzah Fansuri sendiri diduga hidup pada masa Sultan Alauddin Ri’ayat Syah Sayid al-Mukammal..
Mungkin juga belum banyak yang mengetahui bahwa Kesultanan Aceh pernah diperintah selama kurang lebih 58 tahun (1641-1699) oleh empat ratu (sultanah) secara berturut-turut. Keempat sultanah tersebut yakni, Safiatuddin Tajul Alam (putri Iskandar Muda dan janda Iskandar Tsani), Naqiyatuddin Nurul Alam, Inayat Syah, dan Kamalat Syah. Pada masa awal pemerintahan Sultanah Safiatuddin, banyak muncul ketidaksukaan sebagian orang yang tidak menerima kepemimpinan wanita. Di masanya hidup ulama besar Abdur Rauf Singkel sebagai ulama kerajaan menggantikan Nuruddin ar-Raniri yang pergi meninggalkan Aceh ketika Sultanah Safiatuddin naik tahta. Masyarakat Aceh mengenal Abdur Rauf Singkel sebagai Teungku Syiah Kuala, yang namanya diabadikan menjadi nama universitas negeri di Banda Aceh. Sultanah pada masa kekuasaannya juga menggalakkan pendidikan Islam melalui Jami’ah Baiturrahman di Banda Aceh, dan mengirim kitab-kitab karangan ulama Aceh dan Al Qur’an kepada raja-raja Ternate, Tidore, dan Bacan di kepulauan Maluku di samping guru-guru agama dan mubalig.
Kisah kepahlawanan dan keberanian rakyat Aceh melawan pendudukan Kolonial Belanda terekam dalam peristiwa Perang Aceh yang berlangsung selama 31 tahun (1873-1904). Perang ini tercatat dalam sejarah Indonesia dan Belanda sebagai konflik bersenjata terpanjang dan paling berdarah-darah (the longest and bloodiest war in Dutch-Indonesian History). Rakyat Aceh menyebut perang ini sebagai Prang Sabi atau Perang Sabil, yaitu perang di jalan Allah. Para pejuang Aceh beserta ulama dan uleebalang (hulubalang) dengan gagah berani bertempur mengusir pendudukan Belanda dan meyakininya sebagai jihad dalam membela agama dan negara. Salah seorang ulama yang juga sastrawan Aceh bernama Teungku Chik Pantee Kulu menulis syair-syair perjuangan berjudul Hikayat Perang Sabil. Syair-syairnya turut menggelorakan para pejuang dalam jihadnya mengusir musuh.
Pada awalnya, Kesultanan Aceh diakui kedaulatannya oleh Inggris yang menguasai Semenanjung Malaya dan Belanda yang menguasai Jawa dan sebagian Sumatera. Pengakuan ini dijamin oleh Treaty of London (Traktat Sumatera I) tahun 1824. Namun Belanda belum puas karena Aceh masih menguasai sebagian besar perdagangan lada di pesisir Sumatera. Belanda pun gencar menjalin hubungan dengan negara-negara barat lainnya dan akhirnya berhasil membuahkah Anglo-Dutch Treaty (Traktat Sumatera II) pada 1871. Traktat ini memberi keleluasaan bagi Belanda untuk menguasai Aceh dengan kekuatan bersenjata. Apalagi setelah melihat adanya pembicaraan antara utusan Aceh dengan konsul Amerika Serikat di Singapura makin menguatkan alasan Belanda untuk menyerang dan menguasai Aceh. Sebelumnya, Aceh memang sudah membuka hubungan dagang dengan Amerika Serikat. Pada 1790, kapal Amerika Serikat pertama kali berlabuh di Sumatera. Sejak saat itu sampai 1860, diperkirakan terdapat 967 kali perjalanan kapal Amerika ke Sumatera dan membawa hampir separuh dari produksi lada Aceh. Di antara pedagang Amerika Serikat yang datang ke Banda Aceh adalah Elihu Yale, yang namanya menjadi nama sebuah universitas ternama di Connecticut, Yale University.
Begitulah kilas balik Kesultanan Aceh Darussalam, yang kini sebagian wilayah pesisirnya luluh lantak diterpa tsunami. Semoga kejadian ini menjadi sebuah blessing in disguise, hikmah tersembunyi bagi rakyat Aceh. Musibah ini memang banyak menguras air mata kita semua, namun sangat mungkin untuk menjadi turning point, titik balik bagi Aceh dan rakyatnya yang sudah sejak lama dirundung duka dan derita. Kini saatnya menata kembali wilayah-wilayah yang musnah menjadi lebih baik dari sebelumnya. Tengoklah Jerman yang wilayahnya luluh lantak dibombardir tentara sekutu pada akhir Perang Dunia II, kini kembali bangkit menjadi kekuatan ekonomi dunia dan juga pusat pengembangan teknologi tinggi. Sangatlah mungkin bagi Aceh, apabila kita semua bersungguh-sungguh, untuk mengulangi masa-masa keemasannya dan bahkan melebihinya.

Jika dilihat dari kesenjangan social yang terjadi di aceh hamper tidak dapat di monitor,dikarenakan masyarakat aceh yang sangat komplik,tidak ada yang mau dikatakan miskin.hampir semua golongan menempatkan diri sama tinggi.( mandum ureng jeut peeh dada )nyoe loen yang laen goep mandum ( ini saya yang itu orang lain )cukup sulit mengartikan kiasan kata kata tersebut.yang bias kita ambil adalah kesombongannya saja.rata rata orang Aceh tinggi hati.namun tidak ada yang mengakuinya.mulai dari pekerja sawah,tukang jualan kopi,sampai mahasiswanya sama saja.tinggi hati semua.(buut kawee bing,taloe kiiing ngoem,peugah haba trouek ulanget buta)kiasan yang sulit diterjemahkan namun kira kira demikian ( keja mincing kepiting,tali pinggang pelepah pohon pisang sawah,bicara sampai kelangit,alias gede banget )ampun sama orang aceh deh.saya sendiri orang aceh yang sangat menginginkan Aceh itu tetap seperti itu.jadi dibumi Indonesia masih ada orang langka.peninggalan masa lalu ( the lost Word)….


Coba bayangkan dengan sikap masyarakat yang mengangkat raja rajanya silih berganti,maka siapa yang akan menjadi pentolan.raja sendiri tidak ada harga dimata masyarakat Aceh.jika kita benani ngaku turunan Raja raja Aceh.bersiaplah untuk dicibir.walaupun itu adanya.namun penghormatan masyarakat Aceh untuk seseorang yang membaikinya adalah luar biasa caranya.( meunye jih geut keuloen boh kreh pieh lon joek ) nyan kapaloe.( jika dia baik pada saya,Pelerpun saya kasih buat dia )itu gawat sekali…itu adalah kiasan yang tak mampu diartikan.

Itulah aceh yang melagenda.kenapa kita ngak jual Stunami untuk wisata.bukankah Stunami itu sama dengan beberapa kali ledakan Nuklir..?

Tidak ada komentar: